Al Hafizh, Muhammad (2019) Hak Nafkah Istri Yang Nusyûz(Study Istinbâṭ Hukum Syafi`yyah dan Ẓahiriyah Berdasarkan Pendekatan Maqāṣid asy-Syarī’ah). Undergraduate thesis, IAIN Metro.
|
PDF
Muhammad Al Hafizh NPM. 1605782.pdf - Other Download (3MB) | Preview |
Abstract
Istinbâṭhukum diperlukan untuk menjawab permasalahan hukum Islam yang terus berkembang.Melalui istinbâṭditetapkan hukum dengan meletakkan kaidah-kaidah hukum yang ditetapkanberdasarkan prinsip umum dan tujuan yang dikehendaki syariat (maqāṣid asy-syarīah).Penetapan hukum melalui istinbâṭbukan hanya mengandung dimensi manusia dengan kekuatan akalnya, sehingga istinbâṭmerupakan pemikiran manusia semata,tetapi merupakan hasil pemahaman terhadap dalil-dalil syara`. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini yaitu: Bagaimanakah pandanganSyafiyyah dan Ẓahiriyah tentang hak nafkah istri akibat nusyûz?, Apa dasar istinbâṭhukum yang digunakan Syafiyyah dan Ẓahiriyah dalam masalah hak nafkah istri akibat nusyûz?Penelitian ini bertujuan untuk menjawabkedua pertanyaan penelitian tersebut. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif pustaka (library research). Pengumpulan data kepustakaan baik yang berumber dari bahan hukum primer maupun sekunder dilakukan dengan menggunakan teknik dokumentasi. Analisis menggunakan content analysis untuk menemukan, mengidentifikasi, dan menganalisisdata literatur dari bahan hukum primer dan sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nusyûznya istri merupakan tindakan yang menurut Syafi`yyah berdampak padahilangnya nafkah istri.Syafi`yyahmengajukan arguemantasi qiyâssebagai dasar penetapan hukumnya. Qiyâsdimulai dari penyelidikan „illathukum yang diduga mengandung maslahat, dan dalam operasionalnya, baru dapat digunakan dalam istinbâṭhukum apabila dapat ditentukan maqāṣidsyarī‟ahnya. Jika ada kesamaan „illathukum antara masalah yang ada dalil nașnya dengan masalah yang tidak ada dalil nașnya, maka sikap adil dan bijaksana menuntut kesamaan hukum keduanya. Menurut Syafi`yyah, istri yang menolak suami tidak memperoleh nafkah sebagaimana penjual tidak memperoleh uang pembayaran jika tidak bersedia menyerahkan barang dagangan. Jika penjual menuntut uang pembayaran, sedangkan ia tidak bersedia menyerahkan barang dagangan yang dibeli, maka tindakan tersebut bertentangan dengan maslahatdalam muamalah.Menurut Ẓahiriyah adanya akad nikah saja sudah cukup menjadi dasar kewajiban suami memberi nafkah, sehingga istri yang nusyûztetap berhak memperoleh nafkah dari suami. Ẓahiriyah menolak penggunaan qiyasdalam penetapan hukum, sehingga ketika tidak ada nashyang menjelaskan hilangnya nafkah istri yang nusyûz, maka Ẓahiriyah memilih mengembalikan hukum pada asalnya (istishab). Dalam hal ini Ẓahiriyah mengembalikan hukum nafkah istri yang nusyûzkepada hukum asalnya nafkah sebagai kewajiban suami yang sudah ada ada ketentuan nashnya. Bagi Ẓahiriyah tidak ada alasan untuk mengambil selain dari nash, dan karena itu tidak perlu memahami alasan (ilat)suatu hukum yang ditetapkan oleh nash untuk dianalogikan pada permasalahan lain melalui qiyas.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | Pascasarjana |
Divisions: | Pascasarjana > Ahwal Syakhshiyyah |
Depositing User: | Aan Gufroni . |
Date Deposited: | 12 Feb 2020 04:56 |
Last Modified: | 12 Feb 2020 04:56 |
URI: | https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/2430 |
Actions (login required)
View Item |